Charles Darwin dilahirkan pada 12 Februari 1809 di rumah The Mount, Shrewsbury, Shropshire, Inggris. Dia adalah anak kelima dari dr.Robert Darwin dan Susannah, serta cucu dari dokter-ilmuwan Erasmus Darwin. Saat Charles Darwin lahir, Inggris sedang memasuki masa sejarah yang dikenal sebagai Revolusi Industri. Sebuah revolusi kemajuan teknologi dan keteknikan yang mengubah cara hidup orang sehari-hari. Kota mejadi sesak, pengap, dan kotor oleh asap dari cerobong pabrik industri. Kaum kaya dan bermodal menduduki strata atas dalam masyarakat. Sedangkan kaum petani dan buruh semakin terpinggirkan, dan tentunya, miskin.
Dilahirkan di tengah keluarga kaya raya abad ke-19, Charles Darwin tidak merasakan permasalahan ekonomi di zamannya itu. Sepanjang hidupnya, Charles hidup di rumah-rumah yang penuh dengan pembantu yang memasak makanan, memelihara kebun, membersihkan rumah, mencuci piring, merawat anak-anak, dan tugas kerumahtanggaan lainnya. Sedangkan di luar rumahnya, anak-anak kecil Inggris dari golongan menengah ke bawah usia 8-9 tahun terpaksa harus bekerja di tambang batubara atau pabrik. Karena waktu itu di Inggris sekolah umum sangat jarang. Anak-anak kaya seperti Darwin belajar dari guru privat, sekolah asrama yang sangat mahal, atau universitas eksklusif untuk para bangsawan.
Sekolah pertama Charles adalah Shrewsbury Grammar School saat dia berusia 9 tahun. Dia diajarkan kurikulum bahasa klasik Yunani dan sejarah. Charles bukanlah tipe pelajar yang baik, ia kurang maju dalam pelajaran bahasa klasik, bahkan ia sering kabur dari sekolah untuk pulang ke rumah ayahnya. Charles Darwin dalam autobiografinya mengatakan tentang sekolah asramanya itu, “Tak ada sekolah yang lebih buruk dari sekolah Dr. Buttler (Shrewsbury Grammar School). Sekolah itu terasa hampa bagiku.”
Charles muda lebih senang berburu, sebuah olahraga bergengsi bagi kaum ningrat Inggris, daripada belajar di kelas. Tidak heran prestasinya di sekolah semakin buruk saja. Ayah Charles, dr. Robert Darwin marah besar. Akhirnya pada usia 16 tahun Charles dikeluarkan oleh ayahnya dari sekolah itu dan dikirim ke sekolah kedokteran di Edinburgh, Skotlandia, bersama kakanya Erasmus yang juga belajar di sana.
Bagaimana Charles Darwin yang malas belajar dan tidak pandai itu bisa masuk ke sekolah kedokteran favorit sekelas Edinburgh? Tahun 1825 tidak seperti zaman sekarang, saat itu tidak terdapat syarat akademis yang ketat untuk bisa bersekolah di kampus favorit. Asal ada uang untuk membayar biaya kuliah, prestasi akademik bukanlah masalah.
Setali tiga uang, bersekolah di Edinburgh tidak membuat Charles mampu menunjukkan kemajuan berharga. Prestasinya tidak tampak, bahkan, sebenarnya, ia sangat tidak senang bersekolah di Edinburgh. Hal itu berawal dari sebuah peristiwa bedah yang mengerikan! Tahun 1825 belum dikenal anestesi untuk pasien yang dioperasi, sehingga Charles yang takut dengan darah dipaksa untuk melihat adegan seorang anak kecil yang diiris dagingnya tanpa menggunakan anestesi (bius). Darah berhamburan dan jeritan anak kecil itu membuat Charles memuntahkan seluruh isi perutnya!
Charles sadar ia tidak berbakat menjadi dokter. Namun kakaknya, Erasmus, meyakinkan adiknya supaya tenang, karena ia yakin suatu saat nanti keduanya akan mewarisi harta, properti, dan aset ayahnya yang kaya raya. Tanpa bekerja menjadi dokter pun mereka akan tetap kaya. Gagasan ini sekilas sarat dengan kemalasan, tetapi gaya hidup seperti ini lazim di kalangan orang kaya Inggris saat itu. Barangkali memang jiwa naturalisnya sedemikian besar, sehingga Charles tidak tertarik mengikuti kegiatan kelas yang monoton dan kurang menantang. Oleh karena itu, kegiatan kuliah yang dilakukannya hanya supaya ayahnya tidak marah. Karena jika sampai ayahnya marah, artinya nama Charles Darwin akan dicoret dari daftar warisan.
Sekolah Pastor di Cambridge
Ayah Charles Darwin kembali jengkel dengan ulah anak laki-lakinya ini. Akhirnya ia menempuh upaya lain untuk mengamankan pendidikan dan karir Charles. Dokter Robert Darwin mengirimkan Charles ke sekolah Christ College di Cambridge pada tahun 1827 untuk belajar teologi, supaya Charles “sadar” dan bisa menjadi seorang pastor.
Selama bersekolah di Cambridge, dia tidak belajar sungguh-sungguh dalam ilmu teologis, tetapi justru semakin keranjingan pada kegiatan yang berhubungan dengan alam, seperti berburu rubah, mengumpulkan tanaman, serangga, dan spesimen geologi. Kegiatan naturalis itu dipandu oleh sepupunya William Darwin Fox, seorang entomolog, yang mengembangkan minat khusus dalam mengumpulkan kumbang yang langka.
Kesenangan Charles terhadap petualangan di alam terpupuk karena pengaruh pergaulannya dengan dosen kuliah lapangannya, Adam Sedgewick, seorang ahli geologi, dan dengan seorang peneliti botani, John Stevens Henslow. Hasrat Charles Darwin semakin menggebu-gebu untuk bisa berpetualang dan menjelajah dunia baru yang eksotis. Henslow menawarkan sebuah “paket perjalanan” fantastis yang tidak mungkin ditolak oleh Charles muda, yaitu perjalanan selama dua tahun ke pulau Canary (wilayah Spanyol) untuk mengumpulkan spesimen ilmiah dengan menggunakan kapal jelajah HMS Beagle.
Namun, jawaban mengecewakan datang dari ayahnya yang melarang Charles berangkat. Tak habis akal, Charles membujuk pamannya, Josiah Wedgewood II agar meyakinkan ayahnya agar mengizinkan Charles berangkat, tentunya beserta pelunasan biaya perjalanan. Berkat kemampuan diplomasi paman Jos (pangglan Charles untuk Josiah Wedgewood), akhirnya dokter kaya itu mengizinkan juga anaknya, Charles Darwin, mengikuti ekspedisi HMS Beagle. Betapa girangnya hati pemuda yang masih haus petualangan itu, akhirnya hasrat untuk berinteraksi dengan alam liar terpenuhi.
HMS Beagle: Perjalanan Besar yang Mengubah Dunia
Usia Darwin (selanjutnya akan disebut seperti itu), saat itu 22 tahun ketika HMS Beagle meninggalkan pelabuhan Devonport pada tanggal 27 Desember 1831. Dalam sejarah, perjalanannya itu ternyata akan molor menjadi lima tahun, dari yang seharusnya dua tahun.
Karena miskin pengalaman di atas gelombang samudera, selama perjalanan Darwin mabuk laut, sampai-sampai ia tidak bisa bangun dari ranjangnya selama seminggu. HMS Beagle, yang mendapat julukan “ Peti mati terapung” itu ternyata begitu sempit dan kecil. Ditambah lagi gelombang yang ganas saat berlayar ke selatan, membuat Darwin hampir menyesali keputusannya ikut dalam ekspedisi itu. Namun aroma daratan pulau Canary yang semakin dekat membuatnya kembali bersemangat.
Sayangnya, impian Darwin untuk mendarat di pulau Canary urung tercapai. Armada Spanyol melarang kapal Inggris mendarat, karena tersebar berita bahwa di Inggris sedang berjangkit penyakit menular yang mematikan, sehingga semua kapal Inggris dilarang mendarat untuk mencegah penularan. Betapa kecewanya Darwin, semua penderitaan tegar dilaluinya demi untuk bisa mendarat di pulau Canary, tempat guru botaninya, John Stevens Henslow, mendokumentasikan karya ilmiahnya. Tetapi kini ia hanya bisa melihat pulau Canary semakin kecil dan semakin kecil saja dari atas geladak HMS Beagle. Bersambung….KLIK DISINI
0 komentar