'Telolet' merupakan bunyi multinada dari klakson bis besar antar kota yang jika dibunyikan keluar suara 'telolet'. Suara klakson ini bisa membuat 'girang' anak-anak yang menunggu lewatnya bis tersebut di jalan di beberapa titik-titik di Jawa Tengah pada awalnya. Mereka biasanya meneriakkan pada supirnya yang disapa dengan sebutan 'om' atau paman: "Om Telolet Om". Para penggemar bis yang suka memotret bis di pinggiran jalan juga tak jarang dihadiahi suara klakson raksasa ini.
sumber: tribun timur dot com |
Klakson telolet ini, sebenarnya merupakan komponen variasi kendaraan berukuran besar dan secara hukum sebenarnya cukup legal, karena masuk dalam komponen ATPM (Agen Tunggal Pemegang Merek). Klaksonnya pun memiliki standar nasional. Awalnya, penggunaan telolet diperuntukkan bagi trailer dan truk tronton, lalu bus ikut memasangnya. Di luar negeri, khususnya Swedia dan Jerman, klakson multinada atau telolet memang dipakai bus besar dan truk panjang. Sementara di Indonesia, fenomena ini menjadi heboh karena tanggapannya begitu luar biasa dan menjadi hiburan tersendiri bagi komunitas Bismania.
Klakson telolet yang original yaitu merk Hella dan Denso. Kendati demikian terdapat pula klakson telolet yang jelek dengan harga murah.
Kambali kepada tinjauan hukum formal, bunyi klakson multinada seperti "telolet" memiliki batas ambang bunyi seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 tahun 2012 tentang Kendaraan. Pasal 69 PP tersebut menngatur bahwa suara klakson paling rendah yang diizinkan adalah 83 desibel (dB) dan paling tinggi 118 desibel (dB).
Bagaimana dengan klakson telolet yang sekarang sering berbunyi di jalan-jalan ini, apakah memenuhi ambang batas kenyaringan yang diatur pemerintah untuk melindungi pendengaran masyarakat?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, berikut daftar ambang batas kenyaringan bunyi beserta toleransi pendengaran yang ada (sumber: Daily clinic)
Maka berapa sih ambang batas intensitas suara yang aman ditelinga kita?? berikut ukuran kekuatan suara dan lama waktu yang dapat ditolerir telinga kita : (sumber: jawa pos dan dailyclinic)
30 dB : suara lemah berbisik
85 dB : batas aman, sebaiknya gunakan pelindung telinga
90 dB: dapat merusak pendengaran dalam waktu 8 jam terus menerus, contohnya suara pemotong rumput, suara truck di jalanan macet
100 dB :merusak pendengaran dalam waktu 2 jam terus menerus, contohnya suara gergaji mesin, suara melalui telephone
105 dB: merusak pendengaran dalam waktu 1 jam, contohnya suara helikopter, suara mesin pemecah batu
115 dB: merusak pendengaran dalam waktu 15 menit, contohnya tangisan bayi, riuh di stadion sepakbola
120 dB: merusak pendengaran dalam waktu 7,5 menit, contohnya suara konser musik rock
125 dB: ambang rasa nyeri ditelinga bagian dalam, contoh suara mercon dan sirene
140 dB: membahayakan pendengaran dalam waktu singkat, contohnya suara tembakan dan mesin jet
Nah, suara telolet klakson, berdasarkan PP nomor 55 2012 tentang kendaraan, jika suaranya diatas 118 desibel (dB) jelas tidak diperbolehkan, terlebih ketika dibunyikan daerah tertentu, seperti sekolah dan rumah ibadah. Berdasarkan aturan tersebut tertera pada Pasal 69 tentang tingkat kebibisingan, kendaraan diperbolehkan menggunakan suara klakson paling rendah yaitu 83 desibel (dB) dan paling tinggi 118 desibel (dB).
Dishubkominfo pernah melakukan pengukuran pada bus Haryanto dan Po Harapan Jaya untuk klakson teloletnya. Hasilnya menunjukkan output suara sebesar 90-92 db dan dinyataka masih laik jalan. Ke depan, pengecekan ini akan dilakukan ketika KIR dan ramp check, untuk mengetahui kerasnya suara klakson telolet tersebut.
Ada baiknya, sobat Zona Biologi Kita yang mungiin menggemari aktivitas OmTeloletOm agar memerhatikan hal ini, tujuannya supaya pendengaran Anda terjaga dan terpelihara kesehatannya. Selamat ber "Telolet " ria. Salam #omteloletom
0 komentar