Komponen-komponen PCR (Polymerase Chain Reaction)

Komponen-Komponen PCR
PCR in laboratory of Biotechnology
 
Ada 5 (lima) komponen utama PCR yaitu oligonukleotida primer, buffer amplifikasi, deoxyribonucleoside triphosphates (dNTP), sekuen target (templatee DNA) dan Taq DNA polimerase. 

1. Primer 
    Primer adalah rantai DNA pendek yang terdiri atas beberapa nukleotida. Primer yang umum digunakan terdiri atas 10 atau lebih nukleotida (oligonukleotida). Primer berfungsi sebagai pemula dalam proses sintesis DNA dengan PCR. Contoh primer yang digunakan misalnya TGAGCGGACA. Konsentrasi primer PCR berkisar 0,1-0,5µM. Konsentrasi primer yang tinggi (≥0,5µM) dapat meningkatkan kesalahan penempelan primer pada DNA cetakan , sehingga menyebabkan penumpukan primer yang tidak spesifik dan akan mengganggu analisis. 

     Namun penggunaan konsentrasi yang terlalu rendah akan memberikan hasil amplifikasi yang tidak jelas. Primer yang biasa digunakan adalah primer yang spesifik dan primer acak (tersusun atas nukleotida sembarang yang belum diketahui dengan jelas susunan nukleotidanya). Keberhasilan suatu proses PCR sangat tergantung dari primer yang digunakan. Di dalam proses PCR, primer berfungsi sebagai pembatas fragmen DNA target yang akan diamplifikasi dan sekaligus menyediakan gugus hidroksi (- OH) pada ujung 3’ yang diperlukan untuk proses eksistensi DNA. 

     Perancangan primer dapat dilakukan berdasarkan urutan DNA yang telah diketahui ataupun dari urutan protein yang dituju. Data urutan DNA atau protein bisa didapatkan dari database GenBank. Apabila urutan DNA maupun urutan protein yang dituju belum diketahui maka perancangan primer dapat didasarkan pada hasil analisis  homologi dari urutan DNA atau protein yang telah diketahui mempunyai hubungan kekerabatan yang terdekat. Dalam melakukan perancangan primer harus dipenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut: 

a. Panjang primer 
Di dalam merancang primer perlu diperhatikan panjang primer yang akan dipilih. Umumnya panjang primer berkisar antara 18 – 30 basa. Primer dengan panjang kurang dari 18 basa akan menjadikan spesifisitas primer rendah. Untuk ukuran primer yang pendek kemungkinan terjadinya mispriming (penempelan primer di tempat lain yang tidak diinginkan) tinggi, ini akan menyebabkan berkurangnya spesifisitas dari primer tersebut yang nantinya akan berpengaruh pada efektifitas dan efisiensi proses PCR. Sedangkan untuk panjang primer lebih dari 30 basa tidak akan meningkatkan spesifisitas primer secara bermakna dan ini akan menyebabkan lebih mahal. 

b. Komposisi primer 
Dalam merancang suatu primer perlu diperhatikan komposisinya. Rentetan nukleotida yang sama perlu dihindari, hal ini dapat menurunkan spesifisitas primer yang dapat memungkinkan terjadinya mispriming di tempat lain. Kandungan (G+C)) (% jumlah G dan C) sebaiknya sama atau lebih besar dari kandungan (G+C) DNA target. Sebab primer dengan % (G+C) rendah diperkirakan tidak akan mampu berkompetisi untuk menempel secara efektif pada tempat yang dituju dengan demikian akan menurunkan efisiensi proses PCR. Selain itu, urutan nukleotitda pada ujung 3’ sebaiknya G atau C. Nukleotida A atau T lebih toleran terhadap mismatch dari pada G atau C, dengan demikian akan dapat menurunkan spesifisitas primer. 

c. Melting temperature (Tm) 
Melting temperatur (Tm) adalah temperatur di mana 50 % untai ganda DNA terpisah. Pemilihan Tm suatu primer sangat penting karena Tm primer akan berpengaruh sekali di dalam pemilihan suhu annealing proses PCR. Tm berkaitan dengan komposisi primer dan panjang primer. Secara teoritis Tm primer dapat dihitung dengan menggunakan rumus [2(A+T) + 4(C+G)]. Sebaiknya Tm primer berkisar antara 50 – 65oC. 

d. Interaksi primer-primer 
Interaksi primer-primer seperti self-homology dan cross-homology harus dihindari. Demikian juga dengan terjadinya mispriming pada daerah lain yang tidak dikehendaki, ini semua dapat menyebabkan spesifisitas primer menjadi rendah dan di samping itu konsentrasi primer yang digunakan menjadi berkurang selama proses karena terjadinya mispriming. Keadaan ini akan berpengaruh pada efisiensi proses PCR. 

2. Buffer PCR dan MgCl2 
Reaksi PCR hanya akan berlangsung pada kondisi pH tertentu. Oleh karena itu untuk melakukan proses PCR diperlukan buffer PCR. Fungsi buffer adalah untuk menjamin pH medium. Selain buffer PCR diperlukan juga adanya ion Mg2+, ion tersebut berasal dari MgCl2. MgCl 2 bertindak sebagai kofaktor yang berfungsi menstimulasi aktivitas DNA polimerase. Dengan adanya MgCl2 ini akan meningkatkan interaksi primer dengan template yang membentuk komplek larut dengan dNTP (senyawa antara). 

Dalam proses PCR konsentrasi MgCl2 berpengaruh pada spesifisitas dan perolehan proses.Umumnya buffer PCR sudah mengandung senyawa MgCl2 yang diperlukan.Tetapi disarankan sebaiknya antara MgCl 2 dan buffer PCR dipisahkan supaya dapat dengan mudah dilakukan variasi konsentrasi MgCl2 sesuai yang diperlukan. 

3. Deoxyribonucleoside triphosphates (dNTP) 
 dNTP digunakan sebagai sumber nukleotida pada proses PCR. dNTPs merupakan suatu campuran yang terdiri atas dATP (deoksiadenosin trifosfat), dTTP (deoksitimidin trifosfat) , dCTP (deoksisitidin trifosfat) dan dGTP (deoksiguanosin trifosfat). Dalam proses PCR dNTPs bertindak sebagai building block DNA yang diperlukan dalam proses ekstensi DNA. dNTP akan menempel pada gugus –OH pada ujung 3’ dari primer membentuk untai baru yang komplementer dengan untai DNA template. Konsentrasi optimal dNTPs untuk proses PCR harus ditentukan.


"> Konsentrasi yang biasanya digunakan untuk setiap dNTP adalah 200 μM. Pada konsentrasi ini penting untuk mengatur konsentrasi ke-empat dNTP pada titik estimasi Km untuk setiap dNTP. 50mM, harus selalu diatur pH7.0. Konsentrasi yang tinggi akan menimbulkan ketidakseimbangan dengan enzim polymerase. Sedang pada konsentrasi rendah akan memberikan ketepatan dan spesifitas yang tinggi tanpa mereduksi hasil akhir. Total konsentrasi dNTP dan ion saling terkait dan tidak akan merubah secara bebas. 4. Sekuen target (templatee DNA) Fungsi DNA templatee di dalam proses PCR adalah sebagai cetakan untuk pembentukan molekul DNA baru yang sama. 

Templatee DNA ini dapat berupa DNA kromosom, DNA plasmid ataupun fragmen DNA apapun asal di dalam DNA templatee tersebut mengandung fragmen DNA target yang dituju. Penyiapan DNA templatee untuk proses PCR dapat dilakukan dengan menggunakan metode lisis sel ataupun dengan cara melakukan isolasi DNA kromosom atau DNA plasmid dengan menggunakan metode standar yang ada. Pemilihan metode yang digunakan di dalam penyiapan DNA templatee tergantung dari tujuan eksperimen. Pembuatan DNA template dengan menggunakan metode lisis dapat digunakan secara umum, dan metode ini merupakan cara yang cepat dan sederhana untuk pendedahan DNA kromosom ataupun DNA plasmid. Prinsip metode lisis adalah perusakan dinding sel tanpa harus merusak DNA yang diinginkan. Oleh karena itu perusakan dinding sel umumnya dilakukan dengan cara memecahkan dinding sel menggunakan buffer lisis. 

Komposisi buffer lisis yang digunakan tergantung dari jenis sampel. Beberapa contoh buffer lisis yang biasa digunakan mempunyai komposisi sebagai berikut: 5 mM Tris-Cl pH8,5; 0,1 mM EDTA pH 8,5; 0,5 % Tween-20 dan 100 ug/mL Proteinase-K (ditambahkan dalam keadaan segar). Buffer lisis ini umumnya digunakan untuk jenis sampel yang berasal dari biakan, sel-sel epitel dan sel akar rambut. Contoh lain dari buffer lisis adalah buffer lisis K yang mempunyai komposisi sebagai berikut: buffer PCR (50mM KCl, 10-20mM Tris-Cl dan 2,5mM MgCl2); 0,5 % Tween-20 dan 100 ug/mL Proteinase-K (ditambahkan dalam keadaan segar). 

Buffer lisis K12 ini biasanya digunakan untuk melisis sampel yang berasal dari sel darah dan virus. Selain dengan cara lisis, penyiapan DNA template dapat dilakukan dengan cara mengisolasi DNA kromosom ataupun DNA plasmid menurut metode standar yang tergantung dari jenis sampel asal DNA tersebut diisolasi. Metode isolasi DNA kromosom atau DNA plasmid memerlukan tahapan yang lebih kompleks dibandingkan dengan penyiapan DNA dengan menggunakan metode lisis. Prinsip isolasi DNA kromosom atau DNA plasmid adalah pemecahan dinding sel, yang diikuti dengan pemisahan DNA kromosom / DNA plasmid. 

5. Taq DNA polimerase. 
Enzim polimerase DNA berfungsi sebagai katalisis untuk reaksi polimerisasi DNA. Pada proses PCR enzim ini diperlukan untuk tahap ekstensi DNA. Enzim polimerase DNA yang digunakan untuk proses PCR diisolasi dari bakteri termofilik atau hipertermofilik oleh karena itu enzim ini bersifat termostabil sampai temperatur 95 °C. Aktivitas polimerase DNA bergantung dari jenisnya dan dari mana bakteri tersebut diisolasi . 

Sebagai contoh adalah enzim Pfu polimerase (diisolasi dari bakteri Pyrococcus furiosus) mempunyai aktivitas spesifik 10x lebih kuat dibandingkan aktivitas spesifik enzim Taq polimerase (diisolasi dari bakteri Thermus aquaticus). Penggunaan jenis polimerase DNA berkaitan erat dengan buffer PCR yang dipakai. Dengan menggunakan teknik PCR, panjang fragmen DNA yang dapat diamplifikasi mencapai 35 kilo basa. Amplifikasi fragmen DNA pendek (kurang dari tiga kilo basa) relatif lebih mudah dilakukan. Untuk mengamplifikasi fragmen DNA panjang (lebih besar dari tiga kilo basa) memerlukan beberapa kondisi khusus, di antaranya adalah diperlukan polimerase DNA dengan aktivitas yang kuat dan juga buffer PCR dengan pH dan kapasitas tinggi (High-salt buffer).

 

0 komentar