Algae dan
Fungi merupakan organisme eukariotik yang memiliki banyak peran dalam kehidupan
di bumi. Sejak nenek moyang manusia, kedua organisme yang memiliki ukuran renik
hingga makrokopis tersebut telah memberikan kontribusi yang penting bagi siklus
kehidupan di alam. Tanpa keberadaan kedua organisme tersebut, barangkali wajah
bumi tidak akan tampak seperti sekarang.
A. ALGAE
Algae Merah |
Algae, atau biasa disebut alga, kemungkinan
besar merupakan organisme aerobik fotosintetik generasi awal yang ada di bumi
sejak jutaan tahun yang lalu (Subandi, 2014). Tidak ada definisi umum untuk
Algae kecuali sebagai suatu organisme fotoautotrof aerobik yang memiliki
klorofil sebagai pigmen fotosintetiknya (Lee, 2008).
Setiap satu sel Algae mengandung satu
atau lebih kloroplas. Di dalam kloroplas terdapat pigmen khas yang membuatnya
dapat diklasifikasikan. Algae memiliki tiga pigmen utama, yaitu klorofil (tipe a, b, c, d, dan e;
menetukan panjang gelombang matahari yang mampu ditangkap), karotenoid (dibagi menjadi xantofil dan
karoten), dan fikobilin (dibagi
menjadi fikosianin dan fikoeritrin). Hasil kegiatan fotosintetik Algae berupa
oksigen (produsen primer) dan produk-produk cadangan makanan berbentuk granul
atau globul di dalam sel-selnya.
Sebagian besar ditemukan sebagai sel
tunggal (uniseluler), membentuk koloni multiseluler, motil (dapat berpindah
tempat dengan bantuan flagell), atau berwujud organisme multiseluler yang
berukuran besar/panjang dengan morfologinya yang rumit (Pelczaar, 1986). Algae
berkembangbiak secara aseksual dan seksual, atau mengalami siklus keduanya.
Algae bisa dijumpai di tempat yang
tersedia cukup cahaya, kelembapan, dan nutrien sederhana untuk hidup. Habitat
Algae ada dari kutub bersalju (Algae hijau berpigmen kemerahan; membentuk fenomena the watermelon snow), perairan laut asin
(membentuk zonasi penanda lokasi dan kedalaman laut), sumber air panas,
perairan tawar, terestrial lembab, batang pohon, bahkan di permukaan batuan
untuk didegradasi menjadi produk dekomposisi.
Klasifikasi dan Manfaat Algae
Klasifikasi Algae didasarkan pada sejumlah
kriteria, yaitu macam pigmen, sifat produk cadangan, dan sifat flagellasi. Secara
garis besar, Algae memiliki peran penting di dalam siklus kehidupan bumi yaitu
sebagai penghasil oksigen yang sama besar dengan oksigen yang dihasilkan oleh
flora daratan (Pelczaar, 1986: 238). Algae juga berperan sebagai fitoplankton
yang menjadi dasar bagi kebanyakan rantai makanan akuatik. Di wilayah terestrial
daratan, Algae berperan dalam dekomposisi bebatuan dan perbaikan sifat-sifat
fisika tanah (misal bersimbiosis sebagai fikobion dengan Fungi (mikobion) membentuk
Lichenes, yang berperan dalam suksesi
lingkungan pascabencana alam).
Manusia dan industrialisasinya tak lepas
dari pemanfaatan Algae ini. Algae merah multiseluler banyak dimanfaatkan
sebagai bahan baku pangan berprotein tinggi dan bahan baku industri farmasi.
Selain itu, ganggang coklat juga berguna
dalam pembuatan pupuk organik dan bahan baku farmasi kosmetika. Banyak Algae
juga memproduksi vitamin A,B1, C, D dan K yang dapat dipanen melalui
ekstraksi secara langsung atau pun dari organ hewan yang mengonsumsi ganggang
tersebut. Terbaru, Algae kini juga
dimanfaatkan dalam industry pembuatan biodiesel,
bahan bakar pesawat yang dapat diperbarui (renewable
aviation fuel), bioalkohol, dan green
gasoline (http://allaboutalgae.com/fuels/).
Alga kersik mirip dengan Bacillariphycophyta dan dapat membentuk
tanah diatomae, yang dimanfaatkan sebagai bahan penggosok (ampelas) dan
insulasi (filter) penjernihan sari buah, gula tebu, dan minuman penyegar.
Diatom sendiri merupakan bentuk dari Bacillariphycophyta,
dan merupakan plankton terbanyak di Arktik. Jumlah diatom yang melimpah
merupakan makanan bagi hewan-hewan akuatik. Dinoflagellata menghasilkan toksis
berupa neurotoksin yang sangat kuat daya toksisitasnya. Racun dinoflagellata
dapat membunuh ikan bahkan manusia, tetapi tidak membunuh kerang-kerang
perairan.
Dalam klasifikasinya, Algae pada umumnya
dibagi menjadi sembilan divisi utama, meskipun jumlah ini bervariasi menurut
ahli yang berbeda (Pelczaar, 1986; Oetami, 2012). Sembilan divisi (ada juga
ahli yang menyatakan sebagai filum) Algae tersebut antara lain: Rhodophycophyta (Alga merah), Chlorophycophyta (Alga hijau), Phaeophycophyta (Alga coklat), Chrysophycophyta (Alga kersik), Euglenophycophyta (Alga uniseluler motil
dengan flagella), Pyrrophycophyta (Alga
dinoflagellata) Xantophycophyta (Alga
hijau kuning), Bacillariphycophyta (Diatomae),
dan Cryptophycophyta (Alga dengan reproduksi
seksual belum diketahui).
B. FUNGI
أَلَمۡ
تَرَ أَنَّ ٱللَّهَ أَنزَلَ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءٗ فَسَلَكَهُۥ يَنَٰبِيعَ فِي ٱلۡأَرۡضِ ثُمَّ يُخۡرِجُ بِهِۦ زَرۡعٗا مُّخۡتَلِفًا أَلۡوَٰنُهُۥ ثُمَّ يَهِيجُ
فَتَرَىٰهُ مُصۡفَرّٗا ثُمَّ يَجۡعَلُهُۥ حُطَٰمًاۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ
لَذِكۡرَىٰ لِأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ ٢١
Apakah
kamu tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit,
maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang
bermacam-macam warnanya, lalu menjadi kering lalu kamu melihatnya
kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi
orang-orang yang mempunyai akal. (QS Az Zumar: 21)
Fungi atau biasa kita sebut jamur,
terdiri dari kapang dan khamir. Jamur adalah organisme heterotrofik, tidak
berklorofil dan tidak bisa berfotosintesis. Organisme eukariotik ini memerlukan
senyawa organik dari organisme lain untuk sumber nutrisinya. Bila jamur hidup
dari benda organik mati yang terlarut, mereka disebut saprofit, sedangkan jamur
yang hidup dan memperoleh makanan dari organisme hidup dinamakan parasit
(Pelczaar, 1986).
Fungi mendapatkan nutrisi berupa zat
terlarut untuk diabsorpsi. Fungi yang multiseluler menghasilkan filament yaitu
struktur mikroskopis seperti benang yang disebut hifa. Kumpulan hifa disebut
miselium, fungi uniseluler yang terkenal adalah ragi (yeast) dengan berbagai bentuk seperti bulat hingga oval, elips
hingga ke bentuk filamen. Jamur dapat mengalami dimorfisme, yaitu hidup sebagai unisleuler (yeast) atau multiseluler berfilamen (kapang). Ketika dalam bentuk
uniseluler, biasanya bersifat pathogen, sementara ketika berbentuk multiseluler
jamur akan bersifat saprofit dalam tanah atau medium laboratorium. Metabolisme
secara garis besar aerobic, tetapi sejumlah yeast dapat berfungsi sebagai
anaerob fakultatif (Hogg, 2005).
Menurut Kusnadi (2003), jamur mempunyai
dinding sel yang kaku dan berbentuk uniseluler atau multiseluler. Sebagian
divisi mempunyai ukuran yang mikroskopis sedangkan yang lainnya mempunyai
ukuran yang cukup besar (makroskopis). Dinding sel umumnya terdiri dari kitin
dan selulosa atau keduanya. Fungi berkembangbiak secara seksual dan aseksual
(spora) .
Klasifikasi dan Pemanfaatan Fungi
Kerajaan
Fungi sendiri merupakan salah satu
kelompok organisme yang memiliki tingkat keragaman hayati yang tinggi, nomor
dua setelah Insekta. Secara garis besar, berdasarkan cara reproduksi
seksualnya, jamur dibagi menjadi empat filum, yaitu: Zygomycota (Fungi dengan
hifa tidak bersekat), Ascomycota (pada fase seksual, pembentukan spora di dalam
askus), Chytridiomycota (Fungi akuatik), dan Basidiomycota (cendawan; makrofungi
yang banyak dikenal) (Hogg, 2005).
Hawksworth (Indarwati&Wellyzer, 2006)
memprediksi sekitar 1,5 juta jenis jamur eksis di planet bumi, 200.000 di
antaranya ada di Indonesia. Prediksi konservatif ini didasarkan kepada rasio
inang-jamur (1:6), artinya satu tumbuhan vaskular berasosiasi dengan 6 jenis
jamur yang spesifik pada tumbuhan inangnya. Sampai saat ini, hanya sekitar
7-10% (105.000-150.000 jenis) dari total perkiraan 1,5 juta jenis jamur yang
telah berhasil diidentifikasi.
Hanya sekitar 5-10% dari spesies jamur
tersebut yang berhasil diisolasi. Oleh karena itu, sebagian besar jamur masih
perlu dieksplorasi, diidentifikasi, dikonservasi, dan dimanfaatkan. Informasi
ini menunjukkan bahwa pada kawasan-kawasan yang tidak atau belum tereksplorasi,
masih menyimpan keragaman jamur yang tinggi dan berpotensi mengungkap
keberadaan ‘the missing fungi’
tersebut (Iman Hidayat, 2010).
Secara garis besar, Fungi berperan dalam
mendekomposisi seresah di lingkungan. Tanpa adanya aktivitas ini, siklus
nutrisi di alam; siklus karbon, siklus belerang, atau siklus nitrogen, tidak akan berlangsung baik. Jamur juga
menjadi bahan makanan langsung bagi hewan dan manusia (sebagian besar dari
filum Basidiomycota, seperi jamur kuping, jamur merang, jamur shitake, atau
jamur ganoderma). Pada bidang medis dan farmasi, Fungi dimanfaatkan untuk
pembuatan antibiotik atau antidot racun. Dari kelompok Yeast atau khamir, jamur
berperan penting dalam industri pangan berbasis fermentasi.
Dari dunia konservasi, jamur (umumnya
dari filum Ascomycota) dapat bersimbiosis dengan Algae atau Cyanobacteria
membentuk Lichenes yang menyediakan
unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanah untuk proses suksesi lahan. Sementara
dalam pertanian, jamur bersimbiosis dengan bakteri di akar tanaman membentuk mikoriza yang bermanfaat untuk
menyuburkan tanaman inang. Mikoriza
juga dapat berikatan dengan bakteri penghasil faktor tumbuh atau bakteri
pelarut fosfat yang membuat lingkungan tanaman kondusif untuk pertumbuhan dan
perkembangan (Oetami, 2012).
Fungi juga dapat menimbulkan penyakit
(mikosis), baik pada hewan, tumbuhan, dan manusia. Umumnya mikosis diakibatkan
kurang terjaganya kebersihan dan kesehatan lingkungan. Sejumlah jamur (kapang
dan cendawan) juga menghasilkan racun (toksik), jika dikonsumsi. Racun ini
berbahaya karena bisa mengakibatkan kerusakan jaringan bahkan kematian. Fungi
juga melapukkan kayu, tekstil, produk olahan kulit hewan, dan mendekomposisi
bahan makanan dan makanan.
0 komentar