Reproduksi jamur menghasilkan spora seksual dan aseksual. Reproduksi aseksual membentuk spora yang mengalami pembelahan mitosis dalam kantung spora. Selanjutnya, spora dikeluarkan menunju lingkungan. Reproduksi aseksual dilakukan dengan cara kawin pada sel fungi yang haploid. Dua hypha yang memiliki genetik yang cocok untuk kawin akan mendekat, sitoplasmanya menyatu (plasmogamy) menghasilkan sel dengan dua inti haploid. Sel ini tumbuh banyak dengan mitosis menghasilkan sel dengan dua inti. Pada waktu tertentu dua inti sel tersebut akan berfusi yang disebut proses karyogami. Hasil fusi ini disebut sebagai zigot nucleus yang akan mengalami meiosis untuk menghasilkan spora haploid kembali (Solomon, et al., 2008).
Spora pada fungi menghasilkan struktur yang khusus, berbeda dengan sel somatik fungi. Beberapa karakteristik yang penting dari spora yang membedakannya dengan sel tubuh fungi yang lain adalah:
1. Dinding yang lebih tebal, dengan tambahan lapisan atau tambahan pigmen seperti melanin.
2. Sitoplasma yang padat, dan beberapa organela kurang berkembang. Misalnya, dijumpai RE yang kurang berkembang.
3. Spora mengandung kadar air yang rendah, tingkat respirasi yang rendah, dan tingkat sintesis protein dan asam nukleat yang rendah.
4. Spora memiliki materi penyimpanan energi seperti lemak, glikogen atau trehalose (Deacon, 2005).
Struktur spora jamur beraneka ragam dan memiliki karakteristik masing-masing. Hampir setiap kelompok jamur memiliki jenis sporanya khusus dalam fase seksual maupun aseksual. Berikut beberapa contoh jenis spora seksual dan aseksual pada fungi dan masih banyak jenis spora yang lain.
1. Spora seksual
Zoospore
Spora jenis ini dapat bergerak karena bergerak karena ada flagella.
Gambar 2.6 Tipe zoospore yang ditemukan pada fungi, berupa bagan dan tidak berskala. Arah tanda panah menujukkan arah pergerakan zoospore. (a) zoospore denga flagel di posterior (opisthokont) yang cambuknya banyak ditemukan di Chytridiomycota. (b) zoospore dengan banyak flagel di posterior (c) anisokont-zoospore dengan flagel yang ukurannya berbeda. (d) flagel di daerah anterior dengan mastigonema (sejenis rambut) (e dan f) zoospore dengan dua flagel yang berbeda (heterokont), satu berbentuk cambuk dan satunya memiliki rambut di anterior dan di sumbu tubuhnya. Sumber: Webster & Weber2007.
Gambar 2.7. (kiri) penampang ascospora dalam ascus dengan keterangan bagian-bagiannya; (kanan) zigospora dengan bagian lebih kanan adalah oospore. Sumber: Webster & Weber2007.
Ascospora
Karakteristik spora yang dimiliki oleh Ascomycota yaitu Meiospora berada dalam ascus yang berkembang dari hasil fusi yang dilanjutkan dengan meiosis. Dinding selnya tebal dengan dinding terdiri atas endospore pada bagian terdalam, lapisan lebih luar adalah epispore. Perispore yang berbentuk menonjol, serta bagian terluar terdapat lapisan permukaan yang memberikan bentuk yang lembut (Webster & Weber, 2007).
Gambar 2.8 struktur basidiospora. Sumber: Webster & Weber, 2007.
Basidiospora
Basiodiospora adalah spora seksual yang kebanyakan dijumpai pada basidiomycota. Kelompok fungi Basidiomycota memiliki struktur basidiocarp atau basidiomata yang berperan mengasilkan spora (basidiospora). Fungi pada kelas Hyemenomycetes dikenal sebagai fungi dengan ukuran yang besar. Salah satu contoh yang banyak dikenal adalah cendawan (Webster & Weber, 2007). Kebanyakan dijumpai dalam bentuk sisi adaksial yang permukaan rata, dan lebih membengkok pada sisi abaksial. Tempat perlekatan spora pada sterigma adalah hilum (Gambar 2.8). Dekat dengan hilum adalah hilar appendix (Webster & Weber, 2007).
Zygospora
Zygospora struktur yang terbentuk dari plasmogamy yang dilanjutkan dengan karyogami (Webster & Weber, 2007). Spora keluar sebagai spora haploid karena sebelumnya terjadi meiosis pada inti sel (Willey, et al., 2008)
2. Spora aseksual
Chlamydospora
Chlamydospora adalah sel yang dikelilingi oleh dinding sel yang tebal sebelum terjadinya pemisahan dari hyphae (Willey, et al., 2008). Beberapa kelompok fungi, di bagian segmen terminal atau interkalar hyphae menjadi bagian yang mengandung cadangan lipid dan dinding tebal yang terbentuk dalam dinding hypha sebenarnya. Dinding yang baru tidak berwarna atau berwarna, dan biasanya hidrofobik. Berupa spora aseksual yang sering berasosiasi dengan mikoriza (Webster & Weber, 2007).
Gambar 2.9 Beberapa jenis diagram yang menujukkan jenis spora pada fungi. Sumber: Willey at al., 2008.
Sporangiospore
Sporangiospora adalah spora yang berkembang dalam kantong (tunggal: sporangium; banyak: sporangia) yang terbentuk pada ujung hypha(Willey, et al., 2008). Sporangiospora terdapat pada jenis zygomycota yaitu Mucor. Berinti banyak atau berinti tunggal. Spora terbentuk dari pembelahan sitoplasma sporangia dan berbentuk lengket setelah matang.
Konidia
Konidia berkembang langsung dari hypha atau sel hypha khusus. Dikenal blastic konidia yang terbentuk dari pertunasan atau hypha yang mengalami pembengkakan. Jenis lainnya adalah thallic conidia yang terbentuk dari proses fragmentasi. Sporulasi (pembentukan spora) dengan memproduksi aerial hypha yang tumbuh menjulur menjauhi substrat serta membengkak pada ujungnya. Ujungnya membesar, membentuk struktur seperti tunas dan bercabang yang disebut proconidia. Proconida berkembang menjadi konidia. Setelah septa berkembang untuk memisahkannya menjadi sel-sel, yang tumbuh mulai dari pangkal proconidia. Setiap konidium megandung beberapa nukleus karena berkembang daru hypha yang banyak inti (Deacon, 2005).
Arthroconidia
Arthroconidia dan arthrospora adalah hypha yang terpisah menjadi fragmen dengan pemisahan dari hyphaenya. Proses pemisahannya terjadi melalui pemisahan dinding sel atau septumnya. Sel yang baru terpisah berperan sebagai spora.
0 komentar