Sitoskeleton, Kontraksi Otot dan Motilitas Sel

Berbicara tentang sel, umumnya yang terbesit adalah hanya terdiri dari sitosol yang berupa cairan yang kental dan elastik dengan organela-organelanya yang kesemuanya dilindungi oleh membran sel.

 

Namun, Keith Porter dan sejawatnya berhasil melihat sel dengan menggunakan teknik HVEMb ( High Voltage Electron Microscope ) yaitu suatu cara untuk melihat sel tanpa penyelubung (embedding). Pengamatan dengan HVEM menunjukkan bahwa bagian sitoplasma yang berada di sela-sela organela tampak penuh dengan anyaman tiramatra dari benang-benang yang sangat halus.

 

Anyaman tersebut disebut dengan jala-jala mikrotrabekula karena mirip dengan trabekula tulang bunga karang. Dalam perkembangannya dan anyaman tadi terdapat di dalam sitosol serta membentuk kerangka sel maka mikrotrabekula ini kemudian dikenal dengan nama sitoskelet.Sitoskelet selain berfungsi sebagai pemberi bentuk sel, juga berfungsi untuk membantu gerakan sel.

sitoskeleton

 

Gambar 1. Komponen Penyusun Sitoskelet

 

Diketahui bahwa lima puluh persen volume sel terdiri dari sitosol. Sitosol berisi beribu-ribu enzim yang terlibat didalam proses metabolisme intermedia, selain itu dalam sitosol terdapat ribosom yang mensintesis protein. Sebagian besar protein didalam sitosol berbentuk benang-benang halus yang disebut dengan filament.

 

Filamen-filamen ini membentuk suatu anyaman atau jala yang memberikan kekuatan kepada sel yang kemudian dinamakan dengan sitoskelet. Sitoskelet berfungsi untuk memberi bentuk sel, mengatur dan menimbulkan gerakan sitoplasma yang beruntun, dan berkaitan dalam membentuk sistem kerja yang membantu reaksi-reaksi enzimatik.

 

Berdasarkan struktur dan garis tengahnya filamen dikelompokkan menjadi tiga yaitu mikrotubula (Ø 24 nm), mikrofilamen (Ø 60 Ao), dan filament intermedia (Ø 8-10 nm). Ketiganya merupakan protein yang dinamis, yaitu selalu terikat dan terurai.

 

1. Mikrotubula

Merupakan filamen dengan diameter 24 nm dan tebal 5 nm tersusun atas tiga belas protofilamen. Tiap protofilamen merupakan struktur dimer terdiri dari molekul-molekul tubulin yang merupakan protein sejenis disebut tubulin α dan tubulin β. Molekul tubulin sampai saat ini hanya dapat ditemukan pada sel-sel eukaryot. Mikrotubula memiliki kutub positif yaitu kutub yang pertumbuhannya cepat dan kutub negatif yaitu kutub yang pertumbuhannya lambat.

 

mikrotubula

Gambar 2. Mikrotubula

 

Terdapat dua kelompok mikrotubula yakni, mikrotubula stabil, adalah mikrotubula yang dapat diawetkan dengan larutan fiksasi apapun, misalnya OsO4, MnO4 atau aldehid dan suhu berapapun. Mikrotubula labil yaitu mikrotubula yang dapat diawetkan hanya dengan larutan fiksasi aldehid pada suhu sekitar 4oC.

 

Mikrotubula mempunyai ujung positif dan ujung negatif. Ujung positif adalah tempat dimer-dimer tubulin bersatu membentuk heterodimer, sedangkan ujung negatif adalah tempat terlepasnya dimer-dimer tubulin dari ikatan heterodimer mikrotubula. Hal ini menyebabkan struktur mikrotubula tersebut labil atau bergerak.

 

Mikrotubula labil terdapat di dalam sitoplasma, oleh karena itu juga disebut mikrotubula sitoplasma. Mikrotubula sitoplasma ini berfungsi dalam memberi bentuk sel, membantu gerakan sel dan menentukan bidang pembelahan sel. Kelebihan mikrotubula dapat diterangkan berdasarkan hipotesis Kirschner dan Mitchison yaitu melalui terhidrolisis atau tidaknya GTP. Jika GTP tidak terhidrolisis maka akan terjadi proses perakitan mikrotubula. Sebaliknya jika GTP terhidrolisis maka akan terjadi pembongkaran mikrotubula. Misalnya pada saat mitosis yang disebut gelondong mitosis.

 

Mikrotubula gelondong mitosis sangat labil artinya cepat terikat ataupun terurai. Hal ini menyebabkan mikrotubula gelondong mitosis sangat peka terhadap pengaruh senyawa kimia, dimana beberapa senyawa kimia dapat meghambat pembentukan gelondong mitosis. Penghambatan yang terjadi pada pengikatan molekul tubulin ke mikrotubula yang akan menyebabkan depolimerisasi mikrotubula.

 

Sel yang sedang dalam tahap pembelahan mikrotubulnya bersifat labil, artinya mikrotubul akan terus terkait dan terurai. Tetapi sel-sel pada jaringan yang sudah dewasa (sudah terdiferensiaisi) memiliki mikrotubul yang stabil. Kestabilan ditentukan oleh modifikasi pasca translasi dan interaksi antara mikrotubula dengan protein khusus pengikat mikrotubula yaitu MAPs (Microtubule associated protein) yang berfungsi menghalangi penguraian mikrotubula dan memacu interaksi mikrotubula dengan komponen sel lainnya.

 

2. Mikrofilamen

 

mikrofilamen

 

Gambar 3. Mikrofilamen (filament aktin)

Mikrofilamen tersusun atas fibrosa dengan diameter 60 Amstrong yang terdiri dari protein aktin, miosin, dan tropomiosin yang banyak terdapat pada sel otot. Dalam bentuk monomer disebut aktin G, jika terkait dalam bentuk filament disebut dengan aktin F. Aktin sifatnya labil artinya mudah terikat dan terurai. Aktin merupakan protein kontraktil yang terlibat dalam proses-proses yang terjadi dalam sel antara lain sitokinesis, aliran plasma, gerakan sel, gerakan mikrofili intestinal.

 

Terjadi keseimbangan dinamis antara molekul aktin (aktin G) dan filament aktin (aktin F) sehingga terjadi gerakan sel. Filamen aktin sering terkait menjadi jejaring trimatra yang kaku. Hal ini terjadi karena filament aktin terkit pada protein pengikat silang yang disebut filamin. Filamin adalah suatu molekul panjang dan lentur terdiri dari dua rantai polipeptida kembar. Jaring-jaring kaku ini merupkan korteks sel yang memberi daya mekanis kepada permukaan sel yang memungkinkan sel dapat bergerak dan berubah bentuk.

 

Beberapa berkas-berkas kecil filament aktin tersembul dari korteks sel membentuk tonjolan di permukaan sel atau justru berbentuk lekukan ke dalam sebagai akibat dari filament aktin yang menarik selaput sel ke dalam. Tonjolan pada permukaan sel hewan sering disebut mikrovili, pada bagian tengah mikrovili berisi seberkas filamen aktin yang tersusun sejajar satu sama lain. Filament-filamen tersebut dibeberapa tempat dihubungkan satu sama lain dengan protein-protein pengikat aktin yaitu fibrin, vilin, dan kompleks kalmodulin.

 

Filamen aktin juga berperan dalam pelekatan sel pada substansi antar sel dan sel-sel yang berada dalam satu macam jaringan dan juga pergerakan sel. Gerakan sel seperti fagositosis atau perpindahan sel tergantung pada keseimbangan dinamis antara molekul aktin dan filamen aktin, yaitu terjadinya polimerisasi dan depolimerisasi pada aktin. Pemberian senyawa penghambat pertumbuhan atau polimerisasi aktin akan mengganggu gerakan sel misalnya sitokalasin yang dapat menghambat perpindahan sel, sitokinesis, dan fagositosis. Senyawa lain yang mengambat pergerakan sel adalah faloidin yang bekerja menghambat depolimerisasi.

 

3. Filamen Intermedia

Filamen intermedia memiliki daya rentang yang sangat tinggi, merupakan benang berongga terdiri dari lima protofilamen. Filamen intermedia banyak dijumpai di sekitar inti, menjulur kearah perifer sel, dan banyak terdapat di sel yang mengalami stress mekanik misalnya di epithelium, akson sel saraf dan otot polos.

 

Filamen intermedia diklasifikasikan menjadi empat berdasarkan urutan asam amino penyusunnya :

a. Tipe I tersusun dari keratin yang bersifat asam, basa atau netral terdapat di dalam epithelium, derivate epidermis dikenal sebagai filament paling stabil.

b. Tipe II tersusun dari vimentin yang terdapat di sel-sel mesenkim dan kultur sel, desmin terdapat pada sel-sel otot, dan protein fibrilar yang bersifat asam terdapat dalam astrosit dan sel-sel schewan.

c. Tipe III tersusun dari protein-protein penyusun neurofilamen terdapat sel saraf.

d. Tipe IV tersusun dari protein lamina nukleus yaitu lamina A,B, dan C terdapat di lamina nukleus sel eukaryot.

0 komentar