Manusia adalah homoioterm, artinya suhu tubuhnya konstan meskipun
suhu lingkungan berfluktuasi jauh di atas atau di bawah suhu tubuhnya. Kulit
memegang peranan penting dalam mempertahankan suhu tubuh. Di dalam kulit
terdapat jaring-jaring pembuluh darah dan kelenjar keringat yang dikendalikan
oleh sistem saraf. Di samping itu, terdapat reseptor berbagai macam
sensasi satu di antaranya adalah termoreseptor (Soewolo dkk, 2005: 286-287).
Organisme berdarah panas (homeoterm) memiliki organ pengatur suhu
tubuh yaitu hipothalamus agar suhu tubuh tetap pada kondisi optimal (sebagai
contoh pada manusia suhu optimalnya 37,10C). Pengaturan suhu badan
(thermoregulasi) bertujuan agar panas yang dihasilkan dari berbagai proses
metabolisme dan yang diperoleh dari lingkungan sekitar harus seimbang dengan
banyaknya panas yang dikeluarkan dari tubuh. Proses regulasi atau pengaturan
panas badan yang paling banyak berperan adalah sel-sel syaraf hipothalamus yang
peka terhadap perubahan suhu badan internal terutama suhu
darah. Proses pembebasan panas dari tubuh dapat melalui berbagai cara antara
lain lewat kulit, saluran pernafasan, mulut, feses, dan urine. Kehilangan panas
paling banyak terjadi lewat kulit yakni hampir 80%.
Mekanisme
regulasi panas tersebut berlangsung secara tepat karena melibatkan sistem
syaraf dan hormon sehingga dapat
neuro-endokrin. Regulasi panas badan menggunakan sistem feedback (umpan balik negatif) artinya apabila panas badan melebihi
suhu optimal, maka hipothalamus akan berusaha menurunkan ke optimal dan
sebaliknya. Sebagai ilustrasi jika suhu lingkungan tinggi atau suhu badan
meningkat 1-20C, maka kenaikan suhu tersebut akan mempengaruhi
sel-sel syaraf hipothalamus selanjutnya akan menginstruksikan lewat
neuro-endokrin ke syaraf perifer agar meningkatkan sirkulasi darah perifer yang
berada di bawah kulit dan meningkatkan perkeringatan sehingga panas badan
banyak yang keluar. Selanjutnya suhu darah yang telah turun tersebut akan ke
hipothalamus dan menginstruksikan agar aktifitas sel-sel syarafnya diturunkan
sehingga suhu badan tetap dalam kondisi optimal.
Pengaturan
suhu tubuh manusia merupakan contoh suatu sistem homeo-stasis kompleks yang
fasilitasi oleh mekanisme umpan balik. Sel-sel saraf yang mengatur
termoregulasi, dan juga sel-sel saraf yang mengontrol banyak aspek lain dari
homeostasis terpusat di hipotalamus. Hipotalamus memiliki termofosfat yang
merespon pada perubahan suhu di atas dan di bawah kisaran suhu normal dengan
cara mengaktifkan mekanisme yang memperbanyak hilangnya panas atau perolehan
panas (lihat gambar 1).
Sel-sel
saraf yang mengindera suhu tubuh terletak pada kulit, hipotalamus itu sendiri,
dan beberapa bagian lain sistem saraf. Beberapa diantaranya adalah reseptor
panas yang memberi sinyal kepada termofosfat hipotalamus ketika suhu kulit atau
darah meningkat dan reseptor dingin yang mensinyal termofosfat ketika suhu
turun. Termofosfat itu merespon terhadap suhu tubuh di bawah kisaran normal dan
menghambat mekanisme kehilangan panas serta mengaktifkan mekanisme penghematan
panas seperti vasokonstriksi pembuluh superfisial dan berdirinya bulu atau
rambut, sementara merangsang mekanisme yang membangkitkan panas (termogenesis
melalui menggigil dan tanpa menggigil). Sebagai respon terhadap suhu tubuh yang
meningkat, termofosfat mematikan (menginaktifkan) mekanisme penghematan panas
dan meningkatkan pendinginan tubuh melalui vasodilatasi, berkeringat, atau painting. (Campbell dkk, 2000: 106).
Gambar 1. Fungsi Termofosfat Hipotalamus Dan Mekanisme Umpan-Balik
Pada Termoregulasi Pada Manusia
Sumber:
(Campbell et al. 2008)
Pada proses termoregulasi, aliran darah kulit sangat berubah-ubah.
Vasodilatasi pembuluh darah kulit, yang memungkinkan peningkatan aliran darah
panas ke kulit, akan meningkatkan kehilangan panas. Sebaliknya, vaso-konstriksi
pembuluh darah kulit mengurangi aliran darah ke kulit, sehingga menjaga suhu
pusat tubuh konstan, dimana darah diinsulasi dari lingkungan eksternal, jadi
menurunkan kehilangan panas. Respon-respon vasomotor kulit ini dikoordinasi
oleh hipotalamus melalui jalur sistem para simpatik. Aktivitas simpatetik yang
ditingkatkan ke pembuluh kutaneus menghasilkan penghematan panas vasokonstriksi
untuk merespon suhu dingin, sedangkan penurunan aktivitas simpatetik
menghasilkan kehilangan panas vasodilatasi pembuluh darah kulit sebagai respon
terhadap suhu panas (Soewolo dkk,
2005: 287-288).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberi komentar yang baik dan membangun. Sampaikan saran, kritik, pertanyaan, atau opini Anda. Kami akan coba lakukan yang terbaik untuk sobat Zona Biologi Kita